Meluncur di Pasir Gurun Shapotou

Written By bopuluh on Senin, 30 September 2013 | 23.17

PERJALANAN 24 jam yang melelahkan dan membosankan dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta, terbayar tuntas saat kami disuguhi atraksi wisata gurun pasir dan sungai di kawasan Shapotou, Provinsi Ningxia, China, akhir pekan pertama September 2013 lalu.

Perjalanan yang dilakukan melalui enam bandara dan ganti pesawat empat kali tergantikan keindahan serta suguhan mendebarkan serta mengasyikkan di obyek wisata yang disajikan kepada pengunjung, termasuk rombongan dari Asita Jakarta.

"Terbayar lunas. Perjalanan yang melelahkan terbayar lunas oleh suguhan atraksi wisata di sini," ujar Indah Purwanti, Finance Manager Pesona Cakrawala, anggota rombongan Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Jakarta, saat menyusuri Sungai Kuning di kawasan Shapotou menggunakan rakit.

"Tidak terasa lagi perjalanan sehari semalam kemarin. Suguhan wisata di sini sebanding dengan perjalanan yang melelahkan," kata Ervina Flaurensia, Tour and Hotel Manager Flying Tours and Convex, anggota lain dari Asita Jakarta.

Ungkapan dua peserta itu menggambarkan suguhan menarik yang dapat dinikmati wisatawan mancanegara dan domestik di kawasan Shapotou. Salah satu wilayah di Provinsi Otonom Ningxia itu menyajikan enam petualangan menarik di gurun pasir dan Sungai Kuning.

Suguhan mendebarkan di gurun pasir antara lain menyusuri gurun di atas unta, off-road, serta meluncur dari ketinggian dengan papan luncur, flying fox, dan kursi gantung. Satu suguhan lainnya adalah menyusuri Sungai Kuning menggunakan rakit papan dengan pelampung di bawahnya berupa rangkaian 15 kantong udara dari kulit badan babi utuh.

Saat menyusuri padang pasir luas di atas unta, saya merasakan seperti sedang berada di gurun Timur Tengah atau Afrika utara. Sejauh mata memandang, hanya hamparan pasir lembut yang terlihat. Kalau tidak melihat pemandu bermata sipit tentu saya lupa bahwa saat itu saya sedang berada di gurun pasir di perbatasan Mongolia Dalam.

Perjalanan yang cukup mendebarkan sejauh lebih dari satu kilometer sangat menghibur. Pikiran pun melayang ke masa silam berabad-abad lalu saat pedagang-pedagang Arab memasuki kawasan Ningxia dalam perjalanan dagang mereka yang kemudian dikenal sebagai Jalur Sutera.

"Sulit membayangkan bagaimana sulitnya perjalanan para pedagang Arab kala itu. Dari kawasan Timur Tengah mencari jalan dan menyusuri hutan, gunung, dan gurun pasir, hingga mereka tiba di kawasan ini. Tentu perjalanan yang penuh tantangan dan sangat berat," ucap Vonny Lestari, Operation Manager Aviatour, seusai mengakhiri perjalanan di punggung unta.

Unta lalu berganti dengan kendaraan off-road. Pengunjung naik truk dobel gardan yang telah dimodifikasi seperti kendaraan angkut militer. Mobil yang masing-masing dapat ditumpangi lebih dari 20 orang di atas bangku itu juga dicat bak mobil militer, belang-belang dengan warna dominan hijau.

Penumpang truk dibawa dalam perjalanan melalui turunan tajam yang mendebarkan. Kemiringan turunan sepanjang rata-rata sekitar 50 meter, berkisar 50 derajat hingga 75 derajat. Dengan medan seperti itu tidak aneh jika kemudian teriakan-teriakan penumpang terdengar. Sangat mendebarkan.

Penumpang umumnya takut truk terbalik saat meluncur di turunan. Namun, si sopir sudah lihai menaklukkan turunan pasir tersebut. Alhasil, lima turunan di perjalanan di atas truk itu berjalan mulus.

Kelihaian sopir truk umumnya setara dengan sopir-sopir mobil bermesin besar berkebangsaan Arab yang melayani turis di paket wisata Sahara Tour di perbatasan Tunisia-Aljazair. Turunan dan jalan hamparan pasir mereka taklukkan dengan mudah, meskipun tetap menimbulkan debar kekhawatiran para penumpang.

Perjalanan off-road diakhiri di depan hotel di gurun yang hanya terdiri dari belasan kamar dengan tarif berkisar Rp 1 juta-Rp 2 juta per malam. Wajah-wajah ceria penumpang yang baru terlepas dari ketegangan pun terlihat, di antara komentar-komentar mereka tentang perjalanan yang baru selesai dilakukan.

Dengan menggunakan mobil-mobil listrik, pengunjung selanjutnya diantar ke tepi Sungai Kuning, sungai terpanjang di China, yang terletak sekitar satu kilometer dari hotel. Di lokasi wisata ini, pengunjung dapat menikmati keindahan Sungai Kuning yang berkelok-kelok dengan latar belakang perbukitan batu tanpa pepohonan. Satu jembatan panjang membentang di atas sungai.

Lalu, dengan berjalan kaki sekitar 300 meter, pengunjung tiba di lokasi wisata yang paling mendebarkan, meluncur di kawat (flying fox) sepanjang lebih dari 300 meter, meluncur di tebing pasir menggunakan papan luncur, atau duduk manis di kursi luncur menuju ke bawah, ke tepian sungai.

Bagi pengunjung yang bernyali besar, meluncur di kawat baja (flying fox) tentu yang paling diburu. Dengan ketinggian sekitar 100 meter dari permukaan air sungai, pengunjung meluncur cepat melewati Sungai Kuning dan berbalik lagi menuju tepian sungai di bawah.

Meluncur di atas papan luncur di tebing dengan kemiringan sekitar 45 derajat tidak kalah mendebarkan. Untuk meluncur di tebing pasir, pengunjung duduk di atas papan luncur yang diberi pijakan untuk kaki dan dua besi yang berfungsi seperti rem sekaligus pegangan kedua tangan. Meluncur di tebing sepanjang 100 meter ini, pengunjung dapat berbuat sesuka hati tergantung nyali masing-masing. Bagi yang bernyali kuat, kedua rem tentu hanya digunakan saat papan benar-benar telah meluncur deras. Dalam kondisi ini papan bisa tidak terkendali. Jika ini terjadi, dijamin penumpang akan terpelanting dan berguling-guling di tebing hingga ke bawah.

Kebanyakan pengunjung memilih cara aman. Mereka kerap menggunakan kedua rem agar papan tidak meluncur terlalu deras. Dengan cara ini, laju papan luncur bisa dikendalikan hingga tiba di bawah.

Sungai Kuning

Di bawah tebing pasir, persis di tepi sungai, selanjutnya pengunjung disuguhi perjalanan menarik berupa wisata air dengar berlayar di Sungai Kuning menggunakan rakit kayu. Rakit yang digunakan khas daerah ini, yaitu papan kayu yang dipasang di atas 15 kantong udara dari kulit babi utuh, kecuali kepala dan kaki, tanpa jahitan. Kantong udara untuk rakit itu telah digunakan Suku Hui, penduduk asli Ningxia, sejak berabad-abad lalu.

Satu rakit atau yang biasa disebut warga Indramayu, Jawa Barat, dengan nama getek itu hanya bisa dinaiki empat penumpang plus satu pengemudi. Di atas Sungai Kuning yang sejak dahulu kala selalu keruh itu, penumpang merasakan wisata air yang sesungguhnya. Cipratan dari gelombang lembu sungai pun kerap dirasakan.

Meskipun perjalanan hanya sekitar 1 km, berakit-rakit di sungai itu cukup memuaskan. Apalagi titik selanjutnya yang dituju adalah restoran muslim, dengan sejumlah makanan khas Suku Hui yang umumnya Muslim itu.

Seusai makan, pengunjung dibawa kembali menuju ke padang pasir dengan terlebih dahulu kembali ke atas tebing menggunakan eskalator. Atraksi yang disajikan kepada wisatawan adalah pentas kesenian khas setempat, berupa tarian dan nyanyian di atas panggung di tengah gurun. Acara diselingi dengan penyalaan kembang api untuk menghangatkan udara gurun yang dingin.

Lahan basah

Di Ningxia, obyek wisata yang menarik bagi pengunjung tidak hanya terletak di kawasan Shapotou. Di pinggiran Yinchuan, ibu kota Provinsi Ningxia, terdapat pula lahan basah (wetland) luas yang berbatasan langsung dengan gurun dan perbukitan batu di sekitar Shahu Resort. Pengunjung dapat menyusuri danau di kawasan basah ini dengan kapal penumpang berkapasitas sekitar 50 orang, untuk menyusuri danau yang ditumbuhi rumput-rumput tinggi terurus.

Kawasan basah ini pun memiliki kekayaan fauna berupa aneka jenis unggas. Wetland Shahu juga merupakan persinggahan ratusan jenis burung yang bermigrasi, antara lain, dari kawasan selatan khatulistiwa, seperti Selandia Baru dan Australia. Sebagian juga merupakan burung yang sempat singgah di Taman Nasional Sembilang, Sumatera Selatan, dalam perjalanan migrasi itu.

Di kawasan Shahu Resort yang memiliki jumlah kamar ratusan unit tersebut, terdapat pula museum yang berisi berbagai jenis fauna dan flora khas kawasan ini serta perjalanan hidup suku Hui. Di salah satu sisi danau terdapat padang pasir yang dilengkapi dengan unta tunggangan. Para penggemar off-road juga dapat mencicipi lahan gurun dengan jip-jip khusus. Pengunjung dapat menikmati keindahan danau dan gurun dengan balon udara dan kursi duduk luncur gantung.

Obyek wisata yang tak kalah menarik lainnya adalah Taman Bunga Lavender Chin Jin Sha Dao. Di kawasan dengan luas puluhan hektar ini terdapat sejumlah pondokan. Kawasan ini cocok dikunjungi mereka yang sedang jatuh cinta atau berbulan madu. Satu tempat wisata lain yang wajib dikunjungi adalah The Chinese Yellow River Altar, bangunan megah sepanjang hampir satu kilometer di tepi Sungai Kuning di pinggiran Kota Wuzhong. Bangunan yang baru berdiri tiga tahun itu menggambarkan perjalanan bangsa China dari masa ke masa, termasuk masuknya Islam ke negara itu.

Berbagai jenis obyek wisata di Provinsi Ningxia seperti itulah yang ditawarkan kepada hampir 200 pengelola wisata dari 20 negara dalam acara bertajuk "World Muslim Tour Operator Conference 2013", pada 6-9 September 2013 lalu. Pemerintah provinsi mengundang para operator perjalanan wisata untuk mengenalkan kekayaan wisata daerah mereka.

Menurut Fuadi Rasyid, Komisaris Utama Thayiba Tour, Jakarta, dengan beberapa jenis obyek wisata menarik itu, Ningxia bisa menjadi salah satu alternatif kunjungan wisatawan Indonesia. "Kunjungan misalnya bisa dilakukan dalam bentuk paket wisata umrah. Pulang umrah, jemaah bisa diajak langsung ke Ningxia terlebih dahulu," katanya.

Namun, Fuadi mengingatkan, para operator wisata di Ningxia harus menyediakan paket perjalanan yang jelas dan pasti, termasuk penyediaan makanan halal dan tempat menginap yang memadai.

Fonny Lestari dari Aviatour mengakui terbukanya peluang kunjungan wisatawan Indonesia itu. Ningxia, menurut Fonny, menjadi alternatif wisata Muslim China, selain ke Xingjian, Gansu, dan Xian. Kehidupan umat Muslim suku Hui yang berjumlah sekitar dua juta jiwa dari enam juta jiwa total penduduk Ningxian menarik untuk dilihat wisatawan dari Indonesia.

Terkait perjalanan dari Jakarta hingga 24 jam, ungkap Adelina dari Nusa Ina Leisure, Jakarta, dapat dihindari dengan menempuh penerbangan langsung Jakarta-Beijing selama enam jam dan dilanjutkan penerbangan Beijing-Yinchuan selama satu setengah jam. (Agus Mulyadi)

Editor : I Made Asdhiana


Anda sedang membaca artikel tentang

Meluncur di Pasir Gurun Shapotou

Dengan url

http://givesthecoloroflife.blogspot.com/2013/09/meluncur-di-pasir-gurun-shapotou.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Meluncur di Pasir Gurun Shapotou

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Meluncur di Pasir Gurun Shapotou

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger