Tahun 2007, berawal dari keprihatinan pada keadaan musik Indonesia, empat musisi, Nugie, Ariyo Wahab, Ibrahim Imran (Baim), dan Pongki Barata, membentuk band The Dance Company (TDC). Supaya lebih akrab dalam bekerja satu grup, mereka sepakat menggunakan nama panggilan semasa kecil. Nugie yang dipanggil Embot memegang drum, Ariyo (Riyo) dipercaya sebagai vokalis, Pongki (Wega) menjadi pemain bas, dan Baim (Bebe) memegang gitar. Padahal, mereka berempat terbiasa menjadi vokalis, tapi di TDC harus have fun.
Gebrakan pertama TDC adalah single "Papa Rock n Roll" yang kemudian menjadi bagian dari album The Dance Company (2009). Lagu beraliran rock n roll itu membuat masyarakat menilai TDC sebagai band beraliran rock. Padahal, mereka sepakat tak ingin terjebak dalam satu aliran musik. Dengan pengalaman di dunia musik, pasti semua personel punya gaya masing-masing, tetapi di TDC mereka selalu kompak.
Selanjutnya, TDC mengeluarkan album Anak Indonesia (2010) dan Happy Together (2012). Album kedua yang berisi lagu anak-anak muncul karena mereka sering berkumpul bersama dengan mengajak keluarga masing-masing. Anak-anak mereka pun ikut menyanyi dan bermain musik. Sayangnya, mereka tak memiliki lagu anak-anak. Untuk itulah muncul ide membuat lagu untuk anak-anak Indonesia.
Bagaimana tanggapan The Dance Company ketika anak-anak menyanyikan lagu yang tidak pantas untuk mereka (lagu tentang cinta)? (Josua Martua Sitorus, Bandung)
Pongki (P): Ini konsekuensi dari zaman, apalagi kalau kontrol orangtua sudah semakin lemah terhadap anak. Semua pihak "bertanggung jawab" merawat anak-anak Indonesia, baik orangtua, lingkungan, apalagi pemerintah. Hal ini terjadi karena belum seimbang antara pengadaan lagu anak dan lagu orang dewasa.
Nugie (N): Mengajak semua institusi untuk lebih aktif lagi memberi akses lagu anak-anak untuk dipublikasikan ke media massa. Terlepas dari "alasan tidak ada segmen" dari media massa, kami akan tetap aktif secara grup atau personal terus mengajak dan berkarya buat anak-anak, terutama dalam lagu-lagunya
Baim (B): Orangtua sebenarnya memegang peranan penting dalam memfilter apa yang diserap anak-anaknya. Namun, memang seyogianya lagu sesuai dengan umur anak semestinya. itu sebabnya kami membuat album TDC for Kids. Itu album untuk anak-anak
Ariyo (A): Semua orangtua pasti tahu mana yang terbaik untuk anak-anaknya. Pihak lain membantu untuk memberi vitamin yang bermanfaat dan dosis yang pas buat anak-anak Indonesia. TDC for Kids pun akan terus lanjut! Doakan ya.
Dari mana ide lagu "Papa Rock n Roll" yang sangat membumi itu? Bagaimana membagi waktu antara musik dan keluarga sebagai papa yang sibuk dan berjiwa entertainer? (Reginald Izaac, Tangerang)
P: Kami sedang soundcheck di Bali sambil menunggu alat siap, kebetulan Nugie pegang gitar dan mulai bersenandung tanpa lirik. Saya dan Baim menimpali. Sesampainya di Jakarta, ketika harus rekaman, Ariyo mengajukan tema rockstar yang sayang keluarga, maka jadilah "Papa Rock N Roll".
Semua harus punya prioritas. Ketika prioritasnya jelas, lebih mudah membuat keputusan. Misalnya, kami sering sekali gagal meeting atau latihan, bahkan gagal promosi di televisi atau radio karena ada anak yang sedang sakit. Keluarga menjadi prioritas, tapi musik adalah yang utama ha-ha-ha....
N: Membagi waktu antara musik dan keluarga otomatis kita sepakati bahwa keluarga yang bahagia bikin kita jadi laris, langgeng, dan melegenda. Nah, jadi bagaimanapun secara personal atau manajemen sepakat bahwa keluarga punya keistimewaan dalam pengaturan jadwal. Ini emang bisa terjadi karena kita lumayan udah "lama" di musik
B: It just came out. Mungkin karena status kami sudah menjadi papa semua. Untuk membagi waktu, gampang, tinggal bagi saja.
A: Yang pasti "Papa Rock n Roll" itu adalah tentang sebuah niat yang baik. Uangnya enggak dibawa, tapi ditransfer ha-ha.... Keluarga nomor satu, rezeki aman selalu. Insya Allah.
Apakah genre musik The Dance Company sebenarnya? Bagaimana menyatukan irama musik kalian, sementara latar belakang musik kalian berbeda-beda. (Daryat, Semarang)
P: Genre kami, bebas bahagia ha-ha....
N: Genre kami happy together. Sejauh kami happy together, musik jenis apa pun bakal kami hajar dan harus enak didengar. Asyiknya, di grup kami, ego masing-masing bukan lagi menjadi kendala. Asli loh. Prinsipnya happy, kalau enggak happy together lagi ya bubar aja.
B: Infinite. Justru lain-lainnya background, jadi meriah.
A: Intinya semua harus bahagia dong. Perbedaan itu justru bagus, kita selalu berantem kok kalau buat lagu, cuma pasti kan ada solusi. Nah, semua lagu di dalam album TDC adalah sesuatu yang sepakat dan mufakat. Caranya? Masing-masing band punya masalah dan penanganannya sendiri. Enjoy.
Pengalaman menarik apa yang Ariyo, Baim, Pongki, serta Nugie rasakan selama bergabung menjadi The Dance Company? (Fairuz Fajrianti Nur, Surakarta)
P: Manggung pertama kali dan ketika 5 menit sebelum naik panggung, baru nyadar kalo Nugie lupa bawa stik drum! Dasar, mentalnya masih penyanyi, bukan drummer ha-ha....
N: Waduh pengalaman kami yang asyik apa ya? Pokoknya selama kita nge-band sebenarnya kami itu benar-benar enggak nyangka bakal serius jadi band beneran. Itu aja udah nyeleneh menurutku. Kadang-kadang saking klopnya, beli kostum aja walaupun enggak janjian, eh pas lagi siap-siap di belakang panggung, lhaaaa kok bisa sama atau senada. Ini sering banget kejadian.
B: Pakai baju yang enggak kepikiran....
A: Manggung pertama langsung di panggung hebat di Senayan. Pas nyanyi pada lupa part-nya masing-masing dan kebalik-balik semua dan lupa lirik alias blank dan bla-bla-bla....
Desember 2013 nanti berarti TDC akan genap berusia enam tahun. Usia yang cukup lumayan buat sebuah band, di tengah munculnya band-band baru di Tanah Air. Selama enam tahun ada enggak sih konflik antarpersonel atau semuanya baik-baik saja? (Saam Fredy, Salatiga)
P: Konflik pasti ada. Tetapi, karena kami sudah melalui banyak hal dengan band sebelumnya, plus kita berjanji untuk saling menjaga, ya lewat-lewat aja tuh masalah.
N: Asli, surprise. Silang pendapat sering banget, ngotot-ngototan sering banget, tapi lebih sering lagi ketawa bareng. Karena kita benar-benar berprinsip, kalau salah satu enggak happy, ya wis jangan dijalanin, gitu aja. Kita beberapa kali kok punya keputusan nolak job kalau enggak semua happy. Jadi all for one, one for all gitu deh.
B: Alhamdulillah bisa sepanjang ini umurnya. Semua masih baik-baik saja.
A: Kalau baik-baik saja juga agak monoton ya. Bukannya kami mau ada masalah, tapi kalau memang harus terjadi secara alami ya biarlah terjadi. Nikmati saja. Semua band punya rezeki, nasib, dan takdirnya masing-masing, yang penting happy together.
Apa makna di balik nama The Dance Company? Apa korelasinya dengan genre musik yang kalian usung? Apakah nanti berencana untuk nge-dance? (Mohammad Ra'uf, Kabupaten Jember)
P: Waktu itu kami mencari nama untuk format boyband. Nah, kami mencari nama seperti N'sync, Backstreetboys, Boys II Men, Boyzone, yang mirip-mirip itulah. Saat di Bali, kebetulan kami sedang melewati sebuah sanggar tari, ada tulisan The Dance Company, kok rasanya pas. Sudah coba cari nama lain, tapi kok enggak ada yang sekeren ini ha-ha....
N: Urusan nama band ini bahwa ternyata hal yang salah terkadang jadi jawaban dari pemecahan masalah. Nama itu emang tadinya kami pilih secara random dari apa yang diusulkan Pongki waktu lihat plang sanggar tari. Karena kami dulu maunya bikin boyband, iseng-iseng aja terus bubar, eh pas lagunya jadi ternyata enggak cocok kalau dinyanyikan secara boyband. Jadinya kami nge-band, tapi namanya udah keburu akrab ya wis dilanjut aja. Cocok atau enggak yang penting happy. Kami juga udah mencoba nge-dance kok di video klip "Modal Cinta". Bisa dicek gimana nge-dance kita.
B: Enggak ada makna, kayaknya keren aja, enggak ada korelasinya. Kami nge-dance ada di video klip "Modal Cinta", coba browse ya.
A: Dulu pernah kami gonta-ganti nama, tapi yang ada malah mengada-ada.
Lagu "Papa Rock n Roll" sukses sebagai gebrakan awal TDC, apa ada cerita khusus tentang lagu ini? (Lydia Mochtarinda, Tebet, Jakarta)
P/N: Lagu "Papa" itu juga lagu iseng-iseng yang kita dapat waktu di Bali tahun 2007 untuk UNFCC. Kebetulan, saya bertanggung jawab atas terkumpulnya kita di sana. Nah, pas lagi di backstage, ya namanya anak band pasti genjrengan gitar deh, asal-asalan saja sambil senandung, ternyata direkam dan pas didengar lagi ternyata seru, ya udah dilanjutin deh. Eh, ternyata gejressss jadi hits ha-ha....
B: Itu lagu seperti semacam jeritan hati buat semua para ayah, multiple genre.
A: Jika kamu lagi dilanda kesedihan, maka menarilah, pasti mendingan. Mendingan enggak nari maksudnya. Ha-ha.... Lagu itu sebuah niat yang tulus
Alasan Anda membentuk band ini? Padahal kalian ada yang sudah mempunyai band sendiri? (Candra Sri Hartanto, Jakarta Barat)
P: The Dance Company dibentuk dari kebosanan kami terhadap satu genre tertentu yang saat itu di tahun 2007 mulai mendominasi musik Indonesia. Tidak ada yang salah dengan genre itu, yang kita sesalkan adalah hampir semua media menampilkan musik yang itu-itu saja. Membosankan.
Nah, kami saat itu ingin "merusak" semua itu, pengin tampil beda, tetapi tetap menghibur. Sekalian juga memberi "pelajaran" buat media supaya tidak melulu terjebak dengan tren, tapi juga berani mendobrak. Betapa sok tahu kami ha-ha....
N: Iya ya kenapa ya? Jadi, sebenarnya kita udah saling temenan dari dulu, di luar dari profesi sebagai musisi. Nah kemudian kok ya pas kami semua ketemuan di momen di saat kita lagi "hang" muncul aja ide kita bergabung. Padahal kami belum tahu waktu itu mau ngapain, dan ternyata jadilah band main-mainan ini. Kami band asal-asalan, tapi berkualitas.
B: Iseng sebenarnya, plus tambahan GNP (gross national product).
A: Saya senang bekerja sama dengan orang-orang yang peduli dengan musik Indonesia, yang tidak banyak omong, tapi action-nya ada. (sie)
THE DANCE COMPANY
Berdiri: 2009
Genre: pop, rock
Album:
- The Dance Company (2009)
- Anak Indonesia (2010)
- Happy Together (2012)
Personel:
Riyo/Ariyo (Vokal)
Nama lengkap: Ariyo Wahab
Lahir: Jakarta, 1 Juli 1974
Pendidikan: S-1, Fakultas Hukum, Universitas Trisakti
Karier/profesi: aktor, vokalis 24 Hours, Glasses, Ungu, State of Groove, Free on Saturday
Bebe/Baim (Gitar)
Nama lengkap: Ibrahim Imran
Lahir: Hongkong, 31 Mei 1975
Pendidikan: S-2 Manajemen, Universitas Trisakti (2004)
Karier/profesi: aktor dan penyanyi (sebelum bersolo karier menjadi vokalis ADA Band)
Wega/Pongki (Bass)
Nama lengkap: Stefanus Pongki Tri Barata
Lahir: Pontianak, 16 November 1977
Pendidikan: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Bahasa Inggris Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta(2003)
Karier/profesi: vokalis dan gitaris Jikustik Band, pencipta lagu
Mbot/Nugie (Drum)
Nama lengkap: Agustinus Gusti Nugraha
Lahir: Jakarta, 31 Agustus 1971
Pendidikan: S-1 FISIP Universitas Indonesia
Karier/profesi: penyanyi (vokalis grup musik ALV dan bersolo karier), aktor, duta WWF dan duta Kementerian Lingkungan.
Sumber: Litbang Kompas/DEW, diolah dari www.thedancecompanyband.com.
Anda sedang membaca artikel tentang
The Dance Company: Genre Kami \"Bahagia Bersama\"
Dengan url
http://givesthecoloroflife.blogspot.com/2013/09/the-dance-company-genre-kami-bersama.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
The Dance Company: Genre Kami \"Bahagia Bersama\"
namun jangan lupa untuk meletakkan link
The Dance Company: Genre Kami \"Bahagia Bersama\"
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar