CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, mengemukakan pendapatnya tentang kemungkinan HNWI Asia membelanjakan uangnya di properti-properti mewah Indonesia, terutama Jakarta.
"Merek-merek ultra mewah seperti Peninsula dan Armani bukan tidak mungkin akan masuk pasar Jakarta. Menyusul nama-nama beken lainnya yang sudah lebih dulu hadir seperti jaringan Starwood Hotels & Resorts, dan lainnya," jelas Hendra kepada Kompas.com, Kamis (3/10/2013).
Seharusnya, lanjut Hendra, pertumbuhan orang kaya Asia bisa menjadi peluang besar untuk pengembang dalam membangun properti-properti kelas atas. Selama ini, mereka justru membeli apartemen-apartemen di kota-kota utama dunia seperti Paris, Hongkong, Singapura, dan New York. Jakarta seharusnya dapat mengambil manfaat dari kesempatan ini.
Properti super mewah yang ada di pasar Jakarta selama ini hanya berkontribusi sekitar 1-5 persen dari total pasok keseluruhan. Baik untuk properti residensial maupun properti komersial seperti hotel. Komposisi terbesar masih didominasi kelas menengah.
Mudah dimafhumi bila pasok properti mewah sangat terbatas. Selain investasinya sangat mahal, belum tentu layak secara finansial untuk dikembangkan di Jakarta. Sebab, tarif kamar hotel di Jakarta belum tinggi, masih jauh di bawah tarif hotel kota-kota top dunia lainnya.
Menurut studi STR Global, rerata tarif kamar (average daily rate/ADR) Jakarta masih berada pada angka Rp 1,092 juta per malam. Sementara rerata tarif kamar hotel di Tokyo, misalnya, sudah menyentuh level Rp 4 juta per malam.
Direktur PT Ciputra Property Tbk, Artadinata Djangkar, mengatakan, menggandeng nama-nama berkelas semacam itu sangat tergantung pada sejauh mana Jakarta mampu menjadi kota metropolitan kelas atas, sejajar dengan kota lainnya di dunia.
"Sekitar tahun 1997 sebelum krisis multidimensi Asia, merek ultra luks seperti Peninsula sudah memutuskan untuk masuk Jakarta. Namun, karena krisis, mereka pull out dan sampai sekarang belum masuk lagi," tandas Artadinata.
Jadi, imbuh Artadinata, tidak mudah membawa merek tersebut. Meski pun, sekali bisa menggandeng mereka, kekuatan brand-nya sangat berperan meningkatkan citra proyek secara keseluruhan.
Hendra mengilustrasikan tren menggandeng merek super mewah, berlangsung sukses di Kuala Lumpur, Malaysia. Pavilion Banyan Tree, di Bukit Bintang, contohnya. Nama besar ini secara cerdas dimanfaatkan oleh pengembangnya, Grup Pavilion, untuk mengangkat image sekaligus tingkat penjualan propertinya.
Padahal, dari sejumlah 535 unit properti dalam bangunan setinggi 60 lantai itu, yang difungsikan sebagai hotel hanya 43 unit. Sebagian besar lainnya, sebanyak 441 unit dijadikan sebagai private residence yang ditawarkan kepada publik, dan 51 unit untuk serviced residence.
Jadi, Jakarta sebetulnya masih bisa mengejar kesempatan pertumbuhan HNWI itu dengan menyediakan pilihan properti untuk kelas ini. Beberapa pengembang sudah mulai menggandeng jaringan internasional asing kesohor macam Fairmont Hotels and Resorts, Rosewood Hotels & Resorts serta Starwood Hotels & Resorts dengan merek W Hotel, Luxury Collection, St Regis, Westin, dan Sheraton. Bahkan, hingga 2017 mendatang, terdapat tujuh hotel dan apartemen super mewah yang hadir di Jakarta.
Anda sedang membaca artikel tentang
Merek Internasional Mewah Bakal Kembali Mewabah
Dengan url
http://givesthecoloroflife.blogspot.com/2013/10/merek-internasional-mewah-bakal-kembali.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Merek Internasional Mewah Bakal Kembali Mewabah
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Merek Internasional Mewah Bakal Kembali Mewabah
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar